Permohonan Restitusi Bagi Korban Tindak Pidana

Kabar gembira bagi korban penipuan investasi robot trading Viral Blast Global. Dalam Putusan Nomor: 1446/Pid.Sus/2022/PN Sby, Majelis Hakim menyatakan “Menetapkan barang bukti berupa: … Diserahkan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Republik Indonesia untuk dibagikan secara proporsional kepada 905 (sembilan ratus lima) pemohon restitusi.”

Lalu apa itu Restitusi? Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku tindak pidana atau pihak ketiga. Pengajuan permohonan Restitusi diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan Dan Pemberian Restitusi Dan Kompensasi Kepada Korban Tindak Pidana (Perma No. 1/2022) yang mana membuka peluang bagi korban tindak pidana untuk mengakses hak atas restitusi dan kompensasi melalui Pengadilan.

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf a, Perma No. 1/2022, ruang lingkup permohonan Restitusi mencakup perkara tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, diskriminasi ras dan etnis, tindak pidana terkait anak, serta tindak pidana lain yang ditetapkan dengan Keputusan LPSK. Pengadilan yang berwenang mengadili permohonan Restitusi adalah Pengadilan yang mengadili pelaku tindak pidana. Bentuk Restitusi berupa:

a. Ganti kerugian atas kehilangan kekayaan dan/atau penghasilan;

b. Ganti kerugian, baik materiil maupun imateriil, yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana;

c. Penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis; dan/atau

d. Kerugian lain yang diderita Korban sebagai akibat tindak pidana, termasuk biaya transportasi dasar, biaya pengacara, atau biaya lain yang berhubungan dengan proses hukum.

Cara mengajukan pemohonan Restitusi dilakukan dengan 2 (dua) cara. Pertama, permohonan Restitusi diajukan sebelum putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Diatur dalam Pasal 8 Perma No. 1/2022, permohonan Restitusi dapat diajukan melalui LPSK, penyidik, Penuntut Umum serta Korban. Apabila permohonan diajukan melalui penyidik atau LPSK harus maka berkas permohonan Restitusi disampaikan kepada Penuntut Umum sebelum berkas perkara dilimpahkan ke Pengadilan atau paling lambat sebelum Penuntut Umum membacakan tuntutan pidana. Namun, bila permohonan diajukan sebelum berkas perkara dilimpahkan, Penuntut Umum diwajibkan untuk memuat permohonan tersebut ke dalam surat dakwaan, memasukkan berkas permohonan ke dalam berkas perkara dan segera menyampaikan salinannya kepada terdakwa atau penasihat hukumnya. Permohonan dapat dicabut paling lambat sebelum hakim menjatuhkan putusan.

Kedua, permohonan Restitusi dapat diajukan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, namun dengan jangka waktu paling lama 90 (Sembilan puluh) hari sejak Pemohon mengetahui putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Permohonan tersebut diajukan oleh Pemohon secara langsung kepada Pengadilan atau melalui LPSK. Pengadilan wajib memutuskan permohonan dalam bentuk penetapan paling lama 21 (dua puluh satu) hari sejak sidang pertama. Upaya hukum atas penetapan diatas hanya dapat diajukan banding. Penetapan Pengadilan banding tersebut bersifat final dan mengikat.

Penulis: Cathryna Gabrielle Djoeng, SH.