Instrumen investasi yakni tanah masih menjadi pilihan favorit bagi orang-orang untuk berinvestasi dengan alasan yakni harga tanah cenderung naik setiap tahun. Namun, sebelum membeli tanah, kenali jenis hak atas tanah yang melekat pada objek tersebut. Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), terdapat 8 jenis hak atas tanah, namun 4 jenis hak atas tanah di bawah ini yang sering kali dijumpai oleh masyarakat. Pertama, Hak Milik, menurut Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), “Hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah.” Pemindahan Hak Milik kepada pihak lain dilakukan melalui jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan lainnya. Hanya Warga Negara Indonesia (WNI) yang dapat mempunyai Hak Milik. Meskipun tidak ada jangka waktu, Hak Milik dapat hapus bila tanahnya jatuh kepada negara karena pencabutan hak, penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya, diterlantarkan, karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2) UUPA atau tanahnya musnah.
Kedua, Hak Guna Usaha (HGU), menurut Pasal 28 ayat (1) UUPA, “Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.” HGU diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman. Jangka waktu HGU paling lama 25 tahun namun untuk perusahaan dapat diberikan HGU paling lama 35 tahun. Perpanjangan jangka waktu HGU paling lama 25 tahun, diajukan atas permintaan pemegang hak.
Ketiga, Hak Guna Bangunan (HGB) adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Atas permintaan pemegang hak, jangka waktu HGB dapat diperpanjang paling lama 20 tahun. Baik HGU dan HGB hanya dapat dimiliki oleh WNI dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berdudukan di Indonesia. Kedua hak tersebut hapus karena: (a) jangka waktunya berakhir; (b) dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi; (c) dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir; (d) dicabut untuk kepentingan umum; (e) diterlantarkan; (f) tanahnya musnah; (g) ketentuan dalam Pasal 30 ayat (2) UUPA atau Pasal 36 ayat (2) UUPA.
Terakhir, Hak Pakai didefinisikan dalam Pasal 41 ayat (1) UUPA sebagai berikut, “Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian pengelohan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan Undang-undang ini.” Hak Pakai diberikan selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu dan diberikan dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 42 UUPA, Hak Pakai dapat dimiliki oleh WNI, badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berdudukan di Indonesia, orang asing yang berkedudukan di Indonesia dan badan hukum asing.
Penulis: Cathryna Gabrielle Djoeng, SH.