Munculnya nama Budi Said sebagai Tersangka oleh Kejaksaan Agung RI (Kejagung RI) atas kasus penipuan jual beli emas PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM) tentu mengejutkan berbagai pihak. Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh ANTAM atas Putusan Kasasi Nomor 1666 K/Pdt/2022/PN Sby. sehingga ANTAM harus membayar 1,1 ton emas atau setara dengan Rp 1.109.872.000.000 kepada Budi Said. Akan tetapi dengan ditetapkannya Budi Said sebagai Tersangka atas kasus penipuan tersebut diatas, maka hal ini menimbulkan pertanyaan apakah implikasi dari penetapan status tersangka Budi Said terhadap Putusan Kasasi Nomor 1666 K/Pdt/2022/PN Sby.?
Berdasarkan informasi dari Kejagung RI, Budi Said ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi rekayasa pembelian emas ANTAM. Budi Said bersama dengan eks karyawan ANTAM, melakukan rekayasa pembelian emas dengan menggunakan sistem di luar mekanisme yang telah ditetapkan untuk menutupi jumlah selisih yang timbul akibat transaksi ilegal. Oleh karena tindakan tersebut, Budi Said diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ahli hukum pidana Abdul Fickar Hadjar, berpendapat bilamana Budi Said terbukti dinyatakan bersalah dalam dugaan perkara pidana korupsi ini, maka putusan kasus ini yang nanti sudah berkekuatan hukum tetap dapat menguntungkan ANTAM. Putusan kasus perkara pidana Budi Said di Kejagung ini nantinya dapat menjadi bukti baru untuk dilakukannya upaya hukum lanjutan PK.
“Dapat digunakan sebagai novum atau bukti baru oleh Antam jika mereka mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) dalam perkara perdatanya melawan Budi Said,” ujar Fickar kepada reporter Tirto, Jumat (19/1/2024). Artinya, kata dia, pola relasi yang terjadi antara keduanya memiliki potensi bersifat manipulatif dan melawan hukum. Agar tidak terjadi hal yang serupa, maka sistem pengawasan baik Internal maupun eksternal perusahaan perlu diperbaiki dan diperkuat.
Sejalan dengan penjelasannya sebelumnya, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Pasal 263 ayat (2) huruf a, Novum sendiri dikenal sebagai “keadaan baru” digunakan untuk salah satu alasan dilakukannya PK. Permohonan PK baru dapat diajukan apabila dalam kondisi terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan; apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain; apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa: “Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditemukan dalam Undang-Undang.”
Berdasarkan pertimbangan akan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa apabila Budi Said dinyatakan bersalah atas tindak pidana korupsi rekayasa pembelian emas ANTAM, maka atas Putusan Kasasi Nomor 1666 K/Pdt/2022/PN Sby. dapat diajukan upaya hukum PK oleh karena terdapat bukti baru (novum) bagi ANTAM yakni putusan pidana yang menyatakan Budi Said bersalah dan telah berkekuatan hukum tetap. Diharapkan kasus ini dapat memberikan kepastian hukum tidak hanya bagi para pihak terkait tetapi juga masyarakat luas.
Penulis: Andy Felix Sugiono (Mahasiswa Magang)