Extrajudicial killing merupakan suatu tindakan pembunuhan yang dilakukan oleh aparat negara terhadap seseorang tanpa melalui proses hukum dan putusan pengadilan yang sah. Tindakan extrajudicial killing termasuk bagian dari pelanggaran hak untuk hidup yang merupakan hak yang tidak boleh dilanggar dalam keadaan apapun (non derogable rights). Sebab pada prinsipnya orang-orang yang diduga terlibat kejahatan tetap berhak untuk ditangkap, dibawa ke muka persidangan serta mendapat peradilan yang adil (fair trial) guna membuktikan tuduhan yang dikenakan apakah benar. Adapun, pada bagian Penjelasan Pasal 104 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) menyebutkan dengan jelas extrajudicial killing diklasifikasikan sebagai pelanggaran HAM berat.
Pembahasan terkait extrajudicial killing ini sangat krusial oleh karena konsekuensi dari extrajudicial killing yakni terciptanya kondisi unlawful death (kematian yang tidak sah) bagi individu. Mengutip dari The Minnesota Protocol on The Investigation of Potentially Unlawful Death (2016), situasi terjadinya potential unlawful death antara lain :
- Kematian tersebut mungkin disebabkan oleh tindakan atau kelalaian Negara, institusi atau agennya, atau dapat dikaitkan dengan Negara, yang melanggar kewajibannya untuk menghormati hak hidup. Ini mencakup, misalnya, semua kematian yang mungkin disebabkan oleh personel penegak hukum atau agen negara lainnya.
- Kematian terjadi ketika seseorang ditahan oleh, atau berada dalam tahanan, Negara, institusi, atau agennya. Ini mencakup, misalnya, semua kematian orang yang ditahan di penjara.
- Kematian terjadi ketika Negara mungkin telah gagal memenuhi kewajibannya untuk melindungi nyawa. Ini termasuk, misalnya, situasi apa pun di mana suatu negara gagal menjalankan due diligence untuk melindungi individu atau sekelompok individu dari ancaman eksternal yang dapat diperkirakan sebelumnya atau kekerasan oleh aktor non-Negara.
Praktik extrajudicial killing dapat digambarkan melalui kasus yang terjadi di Kampung Yuguru, Distrik Mebarok, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan pada 22 Maret 2025, dimana tindakan penyiksaan dan pembunuhan dilakukan terhadap seorang warga sipil Papua bernama Abral Wandikbo oleh aparat Tentara Nasional Indonesia (TNI) ketika menjalankan operasi militer di Kampung Yuguru. Abral ditangkap secara sewenang-wenang oleh aparat TNI tanpa alasan yang jelas, tanpa bukti yang sah serta tanpa didampingi kuasa hukum. Selanjutnya, Abral ditemukan pada 25 Maret 2025 dalam keadaan meninggal dunia dengan kondisi tubuhnya yang termutilasi, telinga, hidung, dan mulut hilang, kaki dan betis melepuh serta kedua tangan terikat dengan borgol plastik.
Berdasarkan kasus diatas, terdapat karakteristik perbuatan yang dapat diklasifikasikan sebagai extrajudicial killing sebagaimana dijelaskan oleh Zainal Muhtar yaitu: (1) melakukan tindakan yang menimbulkan kematian; (2) dilakukan tanpa proses hukum yang sah; (3) pelakunya adalah aparat negara; dan (4) tindakan tersebut dilakukan tidak dalam keadaan membela diri atau melaksanakan perintah undang-undang.
Demikian, tindakan aparat penegak hukum dalam melakukan penangkapan terhadap Abral dikategorikan sebagai extrajudicial killing sebab penangkapan tersebut dilakukan tanpa bukti yang sah dan tanpa alasan yang jelas serta menimbulkan kematian seseorang di luar proses pengadilan.
Penulis: Gita Rismawati, SH.
