Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) merupakan perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh untuk suatu jangka waktu tertentu atau proyek tertentu. PKWT biasanya diterapkan untuk pekerjaan yang sifatnya sementara atau project-based, seperti pekerjaan musiman, pekerjaan yang berkaitan dengan produk atau kegiatan baru, atau pekerjaan yang sekali selesai. Meskipun sifat pekerjaan dalam PKWT adalah sementara, namun ketentuan Pasal 56 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 12 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU No. 6/2023) yang berbunyi “Jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan berdasarkan Perjanjian Kerja” menimbulkan ketidakpastian mengenai jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan.
Untuk mengatasi ketidakpastian tersebut, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan MK No.168/PUU-XXI/2023 menyatakan bahwa jangka waktu PKWT maksimal 5 (lima) tahun, termasuk jika terdapat perpanjangan. Dalam hal jangka waktu PKWT akan berakhir dan pekerjaan yang dilaksanakan belum selesai, maka dapat dilakukan perpanjangan PKWT dengan jangka waktu sesuai kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh, dengan ketentuan jangka waktu keseluruhan PKWT beserta perpanjangannya tidak lebih dari 5 (lima) tahun. Jika dalam jangka waktu awal PKWT telah ditentukan 5 (lima) tahun, maka pengusaha tidak dapat lagi memperpanjang jangka waktu PKWT tersebut karena hal itu selain tidak sejalan dengan hakikat PKWT, juga melanggar hak-hak pekerja/buruh.
Dalam pertimbangannya, MK menegaskan bahwa sekalipun terdapat doktrin pacta sunt servanda yang merujuk pada Pasal 1338 KUHPerdata namun perlu diperhatikan perjanjian kerja yang dibuat antara pengusaha dengan pekerja/buruh, kedudukan pekerja/buruh adalah pihak yang berada dalam posisi yang lebih lemah, yakni sebagai pihak yang membutuhkan pekerjaan. Sehingga, filosofi asas kebebasan berkontrak yang merupakan salah satu syarat sahnya perjanjian menjadi tidak sepenuhnya dapat terpenuhi.
MK juga mengutip Putusan MK Nomor 100/PUU-X/2021 yang menyatakan “hubungan ketenagakerjaan bukan semata-mata merupakan hubungan keperdataan karena hubungan tersebut telah menyangkut kepentingan yang lebih luas (ribuan buruh) artinya kepentingan publik, bahkan kepentingan negara, sehingga terdapat perbedaan yang tipis antara kepentingan privat dan kepentingan publik yang mengharuskan adanya pengaturan dan perlindungan secara adil oleh negara”. Menurut MK norma yang mengatur mengenai jangka waktu PKWT merupakan norma yang sangat penting untuk diatur dalam undang-undang sehingga PKWT dibuat oleh pengusaha dan pekerja/buruh harus mendasarkan pada norma dalam undang-undang, sehingga dapat dicegah terjadinya pengubahan ketentuan mengenai jangka waktu PKWT yang tidak sejalan dengan ketentuan undang-undang.
Berdasarkan hal-hal tersebut, MK berpandangan bahwa norma Pasal 56 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 12 UU 6/2023 menimbulkan ketidakadilan sebab posisi pekerja/buruh dalam perjanjian kerja tidak seimbang dengan pengusaha. Maka, MK mempertegas bahwa ketentuan jangka waktu keseluruhan PKWT beserta perpanjangannya tidak lebih dari 5 (lima) tahun guna memberikan perlindungan atas pemenuhan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi pekerja/buruh.
Penulis: Gita Rismawati, SH.