Necrophilia merupakan suatu ketertarikan seksual atau tindakan seksual yang melibatkan mayat. Necrophilia digolongkan sebagai paraphilia yang cukup langka namun sejarah kuno mencatat praktik Necrophilia telah ada selama berabad-abad. Bahkan, Necrophilia diklaim sebagai alasan mengapa kondisi mumi perempuan mesir kuno mengalami dekomposisi dibandingkan mumi laki-laki dimana proses dekomposisi dibiarkan terjadi guna mencegah praktik Necrophilia saat proses Embalming (pembalsaman). Menurut Anil Aggrawal, Necrophilia terbagi menjadi sepuluh klasifikasi antara lain:
- Kelas I: necrophilia role player atau pemain peran, bentuk yang paling ringan karena pengidapnya tidak menikmati berhubungan intim dengan mayat dan menganggap bermain peran dengan pasangan yang berpura-pura sudah meninggal dapat meningkatkan gairah seksual.
- Kelas II: necrophilia romantic, pengidapnya hanya bisa merasakan ikatan romantic dan seksual pada mayat orang yang dicintai.
- Kelas III: necrophilia fantasi, orang dengan necrophilia ini berfantasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan kematian tidak bertumpu pada hubungan intim dengan mayat. Pengidapnya menganggap kehadiran benda-benda mati atau keranda sebagai sesuatu yang menggairahkan.
- Kelas IV: necrophilia taktil. Orang dengan kondisi necrophilia taktil bisa mendapatkan kepuasan seksual dari menyentuh, mengelus, atau menjilati mayat.
- Kelas V: necrophilia fetish. Memotong bagian tubuh mayat, seperti bagian payudara atau jari, dan menyimpannya sendiri untuk memenuhi keinginan seksualnya.
- Kelas VI: necrophilia mutilomania adalah istilah yang menggabungkan istilah mutilasi dan necrophilia. Jenis gangguan ini menghasilkan kepuasan seksual dari memutilasi seseorang.
- Kelas VII: Necrophilia oportunistik berhubungan intim dengan orang yang sudah meninggal jika ada kesempatan.
- Kelas VIII: necrophilia reguler menikmati berhubungan intim dengan mayat jika ada kesempatan dan kurang menikmati seks dengan orang hidup.
- Kelas IX: Necrophilia Pembunuhan. Jenis necrophilia paling berbahaya sebab pengidapnya hanya memilih untuk berhubungan intim dengan individu yang baru meninggal dunia untuk menjaga tubuh mereka “hangat” dan mereka tidak ragu mencari dan membunuh korban dengan sengaja.
- Kelas X: Necrophilia eksklusif. Mereka yang menderita kondisi ini tidak dapat merasakan gairah saat berhubungan intim dengan orang hidup. Untuk mencapai tujuannya, mereka sering melakukan berbagai cara, seperti menggali kubur, mengakses kamar jenazah hingga membunuh.
Berdasarkan klasifikasi tersebut diatas, beberapa tindakan dari pengidap necrophilia dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana.
Meskipun demikian, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) belum mengatur ketentuan tindak pidana terkait pemerkosaan terhadap mayat secara jelas. Hal ini tercermin dari bunyi Pasal 415 huruf a KUHP “Setiap orang yang melakukan perbuatan cabul dengan seseorang yang diketahui orang tersebut pingsan atau tidak berdaya”dan Pasal 473 ayat (2) huruf c KUHP “Termasuk Tindak Pidana perkosaan dan dipidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perbuatan: c. persetubuhan dengan seseorang, padahal diketahui bahwa orang lain tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya,” yang mana kedua pasal tersebut menekankan pada perbuatan menyetubuhi “orang yang tidak berdaya”, yang berarti orang yang masih hidup namun dalam kondisi tidak berdaya. Dengan kata lain, akan sulit untuk mengenakan pasal-pasal tersebut terhadap pelakunya oleh karena rumusan pasalnya secara jelas menyatakan korban dalam kondisi hidup.
Alternatif pasal yang dapat dikenakan yakni pasal tentang kejahatan terhadap mayat yang dirumuskan dalam Pasal 271 KUHP yang berbunyi “setiap orang yang secara melawan hukum menggali atau membongkar makam, mengambil, memindahkan atau mengangkut jenazah dan/atau memperlakukan jenazah secara tidak beradab, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III”. Pasal 271 KUHP mengandung frasa “memperlakukan jenazah secara tidak beradab” yang belum memiliki penjelasan lebih lanjut. Apabila tindakan memperkosa mayat dapat dikategorikan sebagai “memperlakukan jenazah secara tidak beradab” maka pelaku dapat dijerat dengan Pasal 271 KUHP ini.
Demikian, meskipun Necrophilia masih dianggap sebagai penyimpangan seksual dan topik kontroversial, tanpa mengangkat topik tersebut, kita tidak menyadari bahwa KUHP masih mengandung kekosongan hukum seperti belum diaturnya ketentuan mengenai pemidanaan terhadap pemerkosaan terhadap mayat dan tidak adanya penjelasan lebih lanjut mengenai frasa “memperlakukan jenazah secara tidak beradab.” Pembahasan ini diharapkan dapat mengangkat berbagai macam topik yang sering kali dianggap “tabu” oleh berbagai macam kelompok demi merumuskan ketentuan hukum yang berkualitas dan mewujudkan nilai keadilan.
Penulis: Gita Rismawati, SH.